Bermain, adalah hal mendasar dari kebutuhan hidup manusia. Meski sayangnya belum diakui sebagai salah satu poin dalam konvensi HAM. Namun keberadaannya dapat membangun mental positif bagi pengembangan kepribadian. Diakui atau tidak, bermain tetaplah sebuah kebutuhan. Fakta menunjukkan bahwa industry game di dunia terus menunjukkan angka peningkatan yang berarti. Dan konten game selalu menarik untuk digarap oleh para pelaku bisnis di bidang telekomunikasi.
Bermain ternyata adalah prilaku manusia yang terus mampu mengikuti perubahan. Media dan sarananya pun terus berubah. Namun walaupun demikian, kuno atau modern bermain tetaplah aktifitas yang bertujuan menyenangkan dan menyegarkan. Memulihkan mental, karena stress terurai dengan rasa bahagia. Sehingga bermain, bukanlah monopoli anak-anak. Bermain adalah kebutuhan manusia baik muda ataupun dewasa.
Namun di sisi yang lain bermain juga dapat menimbulkan ancaman. Canggihnya permainan game dewasa ini ternyata dapat menimbulkan adiksi. Bahkan di acara salah satu TV swasta menyebutkan, karena terus-terusan bermain game beberapa orang meninggal dunia karena kelelahan. Game modern memang dirancang untuk membuat siapa saja larut dan tertantang. Tantangan utamanya adalah seseorang dapat menuntaskan permainan dan memperoleh kemenangan. Padahal setiap game, dirancang berjenjang dengan tingkat kesulitan semakin tinggi. Apabila seseorang mampu menuntaskan satu level akan masuk ke level berikutnya hingga benar-benar tamat. Tantangan inilah yang sebenarnya membawa seseorang menjadi ketagihan, meski banyak diantaranya juga frustasi dan tidak lagi menikmati jenis game tersebut dan pindah ke bentuk game lainnya.
Cara seseorang menikmati game pun beragam, ada yang dilakukan dengan jalan online ada juga yang offline. Tinggal pilih. Semuanya menawarkan sensasi tersendiri. Bahkan game-game modern juga menawarkan berbagai bentuk, dari sekedar aktivitas harian hingga pertempuran seru yang mengerikan. Adegan kekerasan yang ditawarkan oleh game-game modern itu juga tidak tangung-tanggung, beberapa diantaranya sangat sadis. Ini pulalah yang banyak dikuatirkan oleh para ahli psikologi dan pendidikan.
Seiring dengan maraknya game online dan ‘tingkat kecanduan’ masyarakat terhadap game-game online tersebut cukup tinggi. Pengusaha warnet pun banting stir dengan mengandalkan pendapatan dari mereka yang bermain game. Ini dapat dilihat dengan spanduk-spanduk promosi mereka. Hampir semua menawarkan fasilitas bermain game dengan kecepatan akses tertentu. Fakta menunjukkan sebagian besar yang mengisi bilik-bilik warnet tersebut adalah anak-anak. Bahkan banyak diantara menghabiskan hari-hari libur mereka sepenuhnya di depan computer di warnet-warnet terdekat. Tapi ada juga yang nekat bolos sekolah untuk menuntaskan hasrat bermainnya, lagi-lagi di warnet.
Bermain memang sangat dibutuhkan namun bermain yang memberi pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang tentu membutuhkan pendampingan dan pilihan jenis permainan. Tidak semua jenis permainan dapat memberi pengaruh positif bagi anak-anak. Meski memang semuanya terlihat menyenangkan.
Saya memiliki teman yang anaknya tahan berjam-jam di depan computer, bahkan sering melewatkan makan siang. Kalaupun dipaksa makan, iya akan memilih makan di depan komputernya. Awalnya teman saya tidak terlalu memedulikan prilaku anaknya tersebut, karena toh dia melakukannya saat liburan sekolah. Padahal ini baru awal. Selanjutnya anak teman saya tersebut selalu menolak jika diajak berkunjung ke rumah eyangnya atau saudara-saudara yang lain. Ia lebih senang menuntaskan level demi level game yang ia mainkan. Ia juga jadi jarang berkumpul dengan teman-teman sebayanya di lingkungan. Dampak lanjutannya, anak teman saya tersebut mengalami kelebihan berat badan. Untungnya ia segera menyadari, dan perlahan menjauhkan anaknya dari adiksi yang akan lebih parah lagi.
Bermain game computer di rumah, memang lebih praktis. Di masa dimana rasa aman menjadi barang mahal, hal tersebut sebenarnya adalah pilihan bijak. Namun membiarkan anak-anak terus larut dalam permaiannya tanpa ketegasan dengan batasan-batasan tertentu. Sama saja membiarkan mereka bermain di keliaran dunia yang sama membahayakannya.
Anak-anak akan kehilangan orientasi untuk bersosialisasi, kalaupun dilakukan juga hanya sebatas lewat dunia maya, lawan atau kawan dalam game online mereka. Tak ada tatap muka yang dapat menimbulkan perasaan tertentu. Kalaupun ada, butuh kecerdasan dewasa, karena biasanya hanya diungkapkan dalam kata-kata dan symbol-simbol tertentu. Berjam-jam tanpa aktifitas fisik berarti, juga memicu beragam penyakit, terlebih usia mereka yang sebenarnya harusnya tampil enerjik. Kalori yang melimpah tertimbun tak terpakai. Belum lagi, jika game yang dimainkan adalah game-game tanpa seleksi bijak dari orang tua. Anak-anak akan leluasa dan menikmati konten-konten dewasa dan kekerasan.
Mencermati fenomena dan dampak yang bisa saja timbul, saya mencoba mencari referensi tentang beragam permaianan yang pernah saya mainkan di masa kanak-kanak dulu. Jarang sekali, bahkan kalaupun tersedia penjelasannya tak cukup memuaskan. Permaianan itu barangkali memang telah benar-benar kuno sehingga tak perlu lagi diangkat ke permukaan. Walaupun ada juga yang secara konsisten membuatnya modern dan berkelas, seperti halnya apa yang dilakukan oleh komunitas Hong di Bandung tetapi jumlahnya sangat jarang.
Pada permainan yang saya sebut sebagai permaianan tradisional, saya tidak melihat adanya ancaman adiksi. Namun justru disana sini terlihat beragam pembelajaran yang sangat positif bagi perkembangan kepribadian seseorang. Nilai-nilai kehidupan, secara eksplisit dan implisit tertanam di dalam setiap prosesnya.
Permainan tradisional mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas. Karena sebagian besar, permainan tradisional hanya bisa dimainkan bersama kelompok, baik kecil maupun besar. Anehnya tak ada yang tahu siapa yang membuat aturannya, mereka ‘tiba-tiba’ sepakat dengan aturan yang sudah mereka pahami bersama. Tak ada senior yang mendikte, semua hanya bermain menurut aturan yang berlaku, entah aturan itu darimana datangnya. Semua yang bermain sama derajatnya. Selain itu, mereka yang bermain berinteraksi, menghidupkan dan menghidupi ruang bagi terciptanya sosialisasi. Belajar memahami teman-teman mereka sendiri dengan beragam karakter yang mungkin saja ditemukan.
Sportifitas menjadi keharusan dalam setiap permainan tradisional. Seperti sudah dijelaskan, permaianan sudah memiliki rule yang secara alami mereka pahami. Mereka dengan sendirinya tunduk, karena hanya dengan demikian permainan dapat berlangsung dan menjadi mengasyikkan. Sehingga tak perlu membuat sanksi bagi yang berbuat curang. Karena setiap ada kecurangan, berarti permainan pun bubar. Pada tataran ini, mereka yang bermain belajar membangun ruang kompetisi positif. Memaknai kemenangan dan kekalahan sebagai kesenangan bersama.
Permaianan tradisional pada umumnya dimainkan di ruang terbuka dan membutuhkan gerak yang dapat membakar kalori. Selain menyenangkan, aktifitas tersebut juga bagian dari olahraga. Energi anak-anak yang melimpah tersalurkan ke dalam hal-hal yang positif bersama teman-teman sepermainan.
Sehingga tak ada ruginya jika di masa kini, kita melihat kembali bentuk permainan tradisional itu, setidaknya menarik nilai-nilai filosofis yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan bermain, pembangunan generasi muda yang berkarakter pun dapat diwujudkan.
Bermain ternyata adalah prilaku manusia yang terus mampu mengikuti perubahan. Media dan sarananya pun terus berubah. Namun walaupun demikian, kuno atau modern bermain tetaplah aktifitas yang bertujuan menyenangkan dan menyegarkan. Memulihkan mental, karena stress terurai dengan rasa bahagia. Sehingga bermain, bukanlah monopoli anak-anak. Bermain adalah kebutuhan manusia baik muda ataupun dewasa.
Namun di sisi yang lain bermain juga dapat menimbulkan ancaman. Canggihnya permainan game dewasa ini ternyata dapat menimbulkan adiksi. Bahkan di acara salah satu TV swasta menyebutkan, karena terus-terusan bermain game beberapa orang meninggal dunia karena kelelahan. Game modern memang dirancang untuk membuat siapa saja larut dan tertantang. Tantangan utamanya adalah seseorang dapat menuntaskan permainan dan memperoleh kemenangan. Padahal setiap game, dirancang berjenjang dengan tingkat kesulitan semakin tinggi. Apabila seseorang mampu menuntaskan satu level akan masuk ke level berikutnya hingga benar-benar tamat. Tantangan inilah yang sebenarnya membawa seseorang menjadi ketagihan, meski banyak diantaranya juga frustasi dan tidak lagi menikmati jenis game tersebut dan pindah ke bentuk game lainnya.
Cara seseorang menikmati game pun beragam, ada yang dilakukan dengan jalan online ada juga yang offline. Tinggal pilih. Semuanya menawarkan sensasi tersendiri. Bahkan game-game modern juga menawarkan berbagai bentuk, dari sekedar aktivitas harian hingga pertempuran seru yang mengerikan. Adegan kekerasan yang ditawarkan oleh game-game modern itu juga tidak tangung-tanggung, beberapa diantaranya sangat sadis. Ini pulalah yang banyak dikuatirkan oleh para ahli psikologi dan pendidikan.
Seiring dengan maraknya game online dan ‘tingkat kecanduan’ masyarakat terhadap game-game online tersebut cukup tinggi. Pengusaha warnet pun banting stir dengan mengandalkan pendapatan dari mereka yang bermain game. Ini dapat dilihat dengan spanduk-spanduk promosi mereka. Hampir semua menawarkan fasilitas bermain game dengan kecepatan akses tertentu. Fakta menunjukkan sebagian besar yang mengisi bilik-bilik warnet tersebut adalah anak-anak. Bahkan banyak diantara menghabiskan hari-hari libur mereka sepenuhnya di depan computer di warnet-warnet terdekat. Tapi ada juga yang nekat bolos sekolah untuk menuntaskan hasrat bermainnya, lagi-lagi di warnet.
Bermain memang sangat dibutuhkan namun bermain yang memberi pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang tentu membutuhkan pendampingan dan pilihan jenis permainan. Tidak semua jenis permainan dapat memberi pengaruh positif bagi anak-anak. Meski memang semuanya terlihat menyenangkan.
Saya memiliki teman yang anaknya tahan berjam-jam di depan computer, bahkan sering melewatkan makan siang. Kalaupun dipaksa makan, iya akan memilih makan di depan komputernya. Awalnya teman saya tidak terlalu memedulikan prilaku anaknya tersebut, karena toh dia melakukannya saat liburan sekolah. Padahal ini baru awal. Selanjutnya anak teman saya tersebut selalu menolak jika diajak berkunjung ke rumah eyangnya atau saudara-saudara yang lain. Ia lebih senang menuntaskan level demi level game yang ia mainkan. Ia juga jadi jarang berkumpul dengan teman-teman sebayanya di lingkungan. Dampak lanjutannya, anak teman saya tersebut mengalami kelebihan berat badan. Untungnya ia segera menyadari, dan perlahan menjauhkan anaknya dari adiksi yang akan lebih parah lagi.
Bermain game computer di rumah, memang lebih praktis. Di masa dimana rasa aman menjadi barang mahal, hal tersebut sebenarnya adalah pilihan bijak. Namun membiarkan anak-anak terus larut dalam permaiannya tanpa ketegasan dengan batasan-batasan tertentu. Sama saja membiarkan mereka bermain di keliaran dunia yang sama membahayakannya.
Anak-anak akan kehilangan orientasi untuk bersosialisasi, kalaupun dilakukan juga hanya sebatas lewat dunia maya, lawan atau kawan dalam game online mereka. Tak ada tatap muka yang dapat menimbulkan perasaan tertentu. Kalaupun ada, butuh kecerdasan dewasa, karena biasanya hanya diungkapkan dalam kata-kata dan symbol-simbol tertentu. Berjam-jam tanpa aktifitas fisik berarti, juga memicu beragam penyakit, terlebih usia mereka yang sebenarnya harusnya tampil enerjik. Kalori yang melimpah tertimbun tak terpakai. Belum lagi, jika game yang dimainkan adalah game-game tanpa seleksi bijak dari orang tua. Anak-anak akan leluasa dan menikmati konten-konten dewasa dan kekerasan.
Mencermati fenomena dan dampak yang bisa saja timbul, saya mencoba mencari referensi tentang beragam permaianan yang pernah saya mainkan di masa kanak-kanak dulu. Jarang sekali, bahkan kalaupun tersedia penjelasannya tak cukup memuaskan. Permaianan itu barangkali memang telah benar-benar kuno sehingga tak perlu lagi diangkat ke permukaan. Walaupun ada juga yang secara konsisten membuatnya modern dan berkelas, seperti halnya apa yang dilakukan oleh komunitas Hong di Bandung tetapi jumlahnya sangat jarang.
Pada permainan yang saya sebut sebagai permaianan tradisional, saya tidak melihat adanya ancaman adiksi. Namun justru disana sini terlihat beragam pembelajaran yang sangat positif bagi perkembangan kepribadian seseorang. Nilai-nilai kehidupan, secara eksplisit dan implisit tertanam di dalam setiap prosesnya.
Permainan tradisional mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas. Karena sebagian besar, permainan tradisional hanya bisa dimainkan bersama kelompok, baik kecil maupun besar. Anehnya tak ada yang tahu siapa yang membuat aturannya, mereka ‘tiba-tiba’ sepakat dengan aturan yang sudah mereka pahami bersama. Tak ada senior yang mendikte, semua hanya bermain menurut aturan yang berlaku, entah aturan itu darimana datangnya. Semua yang bermain sama derajatnya. Selain itu, mereka yang bermain berinteraksi, menghidupkan dan menghidupi ruang bagi terciptanya sosialisasi. Belajar memahami teman-teman mereka sendiri dengan beragam karakter yang mungkin saja ditemukan.
Sportifitas menjadi keharusan dalam setiap permainan tradisional. Seperti sudah dijelaskan, permaianan sudah memiliki rule yang secara alami mereka pahami. Mereka dengan sendirinya tunduk, karena hanya dengan demikian permainan dapat berlangsung dan menjadi mengasyikkan. Sehingga tak perlu membuat sanksi bagi yang berbuat curang. Karena setiap ada kecurangan, berarti permainan pun bubar. Pada tataran ini, mereka yang bermain belajar membangun ruang kompetisi positif. Memaknai kemenangan dan kekalahan sebagai kesenangan bersama.
Permaianan tradisional pada umumnya dimainkan di ruang terbuka dan membutuhkan gerak yang dapat membakar kalori. Selain menyenangkan, aktifitas tersebut juga bagian dari olahraga. Energi anak-anak yang melimpah tersalurkan ke dalam hal-hal yang positif bersama teman-teman sepermainan.
Sehingga tak ada ruginya jika di masa kini, kita melihat kembali bentuk permainan tradisional itu, setidaknya menarik nilai-nilai filosofis yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan bermain, pembangunan generasi muda yang berkarakter pun dapat diwujudkan.